Senin, 29 Januari 2018

Kisah Seribu Dongeng Bagian dua

Kisah Seribu Dongeng Bagian 2

Edwin dan Elsa sudah hingga di dalam rumah mereka di wilayah Syahdan Kemanggisan Jakarta Barat. Keduanya eksklusif mandi di dalam kamar mereka masing-masing. Mereka berdua lupa mengunci pintu depan. Mobil Honda Jazz perak metalik mereka pun mereka parkir di samping rumah, ad interim pagar rumah toko mereka yg selalu terbuka menciptakan siapa saja dapat masuk berseliweran di halaman rumah toko mereka yg luas itu. Begitulah yg terjadi ketika Si Botak Satu hingga di depan pagar rumah mereka.

Si Botak satu tetapkan buat memarkir Jeep Wrangler-nya di halaman parkir kedai 7 Eleven yg hanya berjarak 200 meter asal rumah toko Edwin dan Elsa, kemudian dia mengaktifkan alarm pengaman dan berlari cepat menyeberang jalan memasuki pagar rumah toko Edwin dan Elsa. Beberapa tetangga Edwin dan Elsa hanya melihat heran, kemudian memilih beraktivitas masing-masing tidak ingin terlalu peduli atau berurusan. Mereka menerka mungkin itu tamu atau saudara tetangga mereka yg baik hati dan ramah akan namun eksentrik tersebut.

Si Botak satu kini tiba di depan pintu rumah, kemudian celingak-celinguk kanan-kiri mengawasi rumah toko sebelah kanan juga kiri yg tutup karena memang toko elektronik jadi hari Minggu tutup. Si Botak satu tertawa terkekeh melihat Honda Jazz perak metalik yg terparkir di halaman samping kanannya, jadi dia merasa yakin inilah rumah sang sasaran.

"Keduanya harus kuhabisi." istilah si Botak satu lirih. "Yang cewek dulu, baru yg cowok."

Si Botak satu dengan sarung tangan kevlar, kemudian mengambil kunci perusak gagang pintu. Tangan kiri si Botak Satu memegang gagang pintu dan ternyata ... pintu tidak terkunci. "Bodoh betul mereka berdua." desis si Botak Satu sambil menyimpan kunci perusak gagang pintu kembali, kemudian membuka pintu perlahan-lahan, masuk ke ruang tamu yg berbau lavender segar. Si Botak Satu sesaat merasa mabuk, kemudian sadar kembali, dia tutup pintunya dan dia kunci. Si Botak Satu tetapkan buat bersenang-bahagia sambil menghabisi Edwin dan Elsa. Delapan belas peluru Walther PPK sudah Si Botak Satu persiapkan, masing-masing 9 buat "Sang Illustrator" Edwin dan "Sang Model Eksotis" Elsa.

Sesampai di ruang tengah yg masih saja berbau harum Lavender dengan penjelasan yg relatif apalagi lampu ruang tengah yg menyala terperinci padahal masih siang hari begini. "Boros betul Edwin dan Elsa ini. Pemborosan ini harus kami akhiri ... sekarang."

Si Botak Satu beranjak ke kanan, ke arah kamar Elsa yg pintunya terbuka lebar. Si Botak Satu mengacungkan Walther PPK dikala masuk ke dalam kamar Elsa yg dingin karena AC menyala dan berbau harum Lavender pula. Tampak perabotan di kamar Elsa termasuk lemari busana, meja rias, bufet mini serta tentu saja ranjang berkover Hello Kitty rona pink, akan namun perhatian Si Botak Satu tertuju penuh dalam pintu kamar mandi yg tertutup. Si Botak Satu dapat mendengar bunyi merdu Elsa asal dalam yg menyanyikan lagu Killing Me Softly With His Song, pula bunyi kecipak air. Tampaknya Elsa bernyanyi sambil berendam di bathtub.

"Uh, Roberta Flack." desis si Botak Satu jengkel. "Jadul banget!"

Si Botak Satu berdiri tepat di depan pintu kamar mandi. Dia persiapkan Walther PPK di tangan kanan, ad interim tangan kirinya mengetuk pintu tiga kali.

"Edwin?" bunyi Elsa tampak gembira dan nyanyiannya terhenti. Si Botak Satu memperkirakan Elsa tengah mentas asal bathtub, kemudian mengambil jubah mandi buat menutupi tubuhnya. Si Botak Satu melangkah mundur dengan ke 2 tangan kini terfokus dalam Walther PPK, siap buat menembak.

Pintu kamar mandi terbuka dan Elsa berdiri di situ, segar dan basah, tidak mengenakan apapun.

Si Botak Satu bagai tersetrum melihat pemandangan terindah di jagat raya tersebut. Tubuhnya bergetar hebat, Walther PPK dan kacamata berkualitas di optik tunggal Rayban hitam yg dia kenakan jatuh ke lantai. Sarung tangan kevlar, terlepas asal tangannya jatuh pula ke lantai, ad interim baju yg dia kenakan robek-robek, celana yg dia kenakan melorot, celdam si Botak Satu pun sobek, begitu pula kaus dalam yg dia kenakan. Si Botak Satu kini telanjang, masih bergetar hebat melihat kemolekan luar biasa Elsa, ke 2 tangannya terangkat ke atas, kemudian dia ambruk terlentang ke lantai dengan bunyi bruk gluduk, meninggal seketika.

Elsa keluar asal kamar mandi, berjalan pelan mendekati ranjang sambil mengambil jubah mandi pink yg dia taruh tadi sebelum mandi di ranjang, kemudian dia kenakan cepat. Bersamaan dengan itu, Edwin tergopoh-gopoh datang dengan hanya berhanduk merah yg menutupi bagian bawah tubuhnya dan dia terperanjat melihat mayat si Botak Satu. "Siapa ini, Elsa?"

Elsa bergulingan di ranjang, bangkit lagi ke sisi ranjang satunya, kemudian memeluk Edwin. "Pembunuh bayaran, entah bekerja buat siapa."

"Harus kita cari tahu, Elsa. Aku telepon polisi dulu biar mereka yg menilik dan mengotopsi."

"Langkah bagus, Edwin. Maaf, saya tidak sengaja dengan kekuatan superku dalam dia tadi. Kupikir tadi itu kamu yg mengetuk pintu."

"Astaga," desis Edwin. "Itu pistol Walther PPK! Hanya pembunuh bayaran berlisensi dobel O yg mempunyai itu."

"Edwin, kamu terlalu banyak menonton James Bond."

"Elsa, saya yakin si pembunuh bayaran ini, siapapun namanya, adalah suruhan asal orang krusial, mungkin asal kedubes Inggris!"

"Tak perlu berlagak Sherlock Holmes begitu, Edwin. Sekarang kamu panggil polisi dan petugas rumah sakit. Suruh mereka menilik, mengevakuasi dan mengotopsi mayat pembunuh bayaran ini. Lain kali saja kita selidiki siapa dalangnya."

"Tentu, Elsa." Edwin menatap sepupunya itu. "Kau tidak apa-apa? Kau baik-baik saja?"

"Tak usah cemas begitu, Edwin. Aku oke." istilah Elsa memeluk Edwin lagi begitu erat, kemudian Elsa menangis sesenggukan. "Kita selalu bersama hingga maut memisahkan kita, Edwin."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top