Senin, 20 November 2017

Arti sebuah M.Sc serta Ph.D

Arti sebuah M.Sc serta Ph.D
Arti sebuah M.Sc & Ph.D

Tidak terasa 17 tahun sudah waktu berlalu semenjak aku berdiri tegak di hadapan para kyojukai Graduate School of Biosphere Sciences, Hiroshima University buat mempertahankan akibat penelitian selama kurang lebih 6 tahun. Ketika menyelesaikan Master & Ph.D Course & berhak buat mendapatkan gelar M.Sc serta Ph.D, aku mendapatkan 3 lbr dokumen, dokumen 1 merupakan Sotsugyo-sho, Sertifikat penghargaan berbahasa Jepang, dokumen ke 2 merupakan Sertifikat kelululsan dalam bahasa Inggris & dokumen yang ke 3 merupakan transkrip nilai mata kuliah yang aku ambil selama mengikuti Master Course dalam bahasa Inggris. Jumlah dokumen yang sama, aku terima jua buat Ph.D Course. Yang menarik holistik mata kuliah yang aku ambil menerima nilai A. Penilaian mata kuliah hanya dalam huruf A yang berarti Excellence, B berarti Good & C berarti Passable.

Beberapa hari kemudian, aku menghadap ke Professor pembimbing aku & memberanikan diri buat mengajukan protes kenapa nilai-nilai aku semuanya Excellence padahal, aku sadar benar kemampuan aku dalam mengikuti beberapa mata kuliah yang pengantarnya bahasa Jepang tidak begitu indah buat tidak mengatakan sangat buruk. Penerimaan aku terhadap mata ajaran yang diberikan tidak lebih sumber 20%. Sempat terlintas pikiran buruk aku yang mengamini anggapan sementara orang bahwa sekolah di Jepang sangat gampang, yang krusial tidak neko-neko, tiba pagi & pergi malam, akhirnya jua akan menjadi Doktor. Saya sempat berpikir, Apa tidak keliru memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau bareng upaya begini saja sudah diberi nilai tinggi, aku khawatir aku cepat puas diri. Sewaktu aku protes, Professor aku mengatakan, di Jepang kami tidak sulit memberi nilai alasannya filosofi kami mendidik bukan buat mendapatkan akibat tertinggi yang dikuantifikasi bareng mengkotak-kotakkan kemampuan seseorang. Filosofi kami mendidik merupakan buat mengenal & melakukan proses penemukenalan mencari kebenaran ilmiah.Selama proses menuju tujuan kebenaran ilmiah yang dilakukan sesuai kaidah-kaidah yang disepakati, angka tidak menjadi krusial. Filosofi mendidik kami merupakan filosofi gekirei, filosofi mendorong

Percakapan aku bareng Prof. Kenji Namba di tahun ke 3 aku di Hiroshima merupakan sebuah titik balik yang krusial bagi hidup aku. Itulah saat yang mengubah cara aku melihat angka & nilai. Dari program protes itu aku menerima pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain berdasarkan berukuran kita. Teringat di benak aku betapa mudahnya aku mendapatkan nilai A sumber Master & Ph.D Course. Pada sisi yang lain di Indonesia, aku melihat sulitnya menyelesaikan studi S2 & S3. Para penguji (kyojukai) siap menerkam & menyerang bareng pertanyaan di luar konteks penelitian bareng alasan buat menguji wawasan keilmuan para calon Master & Doktor. Ada ketidak percayaan diantara penguji & calon tentang kapabilitas & proses yang dilakukan sang para calon. Mungkin inilah penyebab mengapa para penguji mengeluarkan pertanyaan buat menguji apakah penelitian ini sungguh dilakukan sendiri, sebagai akibatnya semangat gekirei buat mendapatkan ilmu baru jauh oven sumber api. Yang terjadi malahan perang konfirmasi. Tidak muncul proses gekirei, yang muncul proses ketidakpercayaan & menekan si calon yang hasilnya dapat diduga, kelulusan rendah & yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat benar. Belakangan aku mengerti bahwa orang yang tertekan ternyata aku temukan jua menguji bareng cara menekan.

Semangat gekirei ini terlihat waktu pertama kali aku mempresentasikan akibat penelitian di Annual Symposium of Fisheries Science di Tokyo tahun 1992. Butuh waktu sebulan buat berlatih mempresentasikan akibat penelitian bareng waktu yang terbatas. Berhubung pertama kali presentasi di depan pakar-pakar perikanan se Jepang, muncul rasa takut yang bercampur bareng ketidakyakinan buat memberi yang terbaik. Walaupun begitu aku tidak merasa menjadi terdakwa waktu tidak dapat mengungkapkan pertanyaan yang diajukan para pakar ini, alasannya bagaikan seorang pembela, Professor aku berdiri tegak & mengatakan mahasiswa bimbingan aku ini tahu apa jawabannya akan tetapi masih terkendala bareng bahasa. Dan seluruh peserta bertepuk tangan buat memberi apresiasi kerja penelitian aku. Begitu selanjutnya di program-program symposium, peran pembela sumber Professor mulai dilepaskan secara perlahan-lahan & akhirnya menjadi sparring partner yang baik dalam berdiskusi. Pelajaran sumber ini seluruh bahwa melakukan gekirei bareng menerapkan prinsip-prinsip Continous Quality Improvement.

Dua bulan belakangan ini aku disibukkan bareng urusan penyetaraan ijazah SD anak-anak Indonesia yang sekolah di Jepang & akan kembali ke Indonesia. Berbeda bareng di Indonesia, anak aku yang sekolah di SD Jepang awalnya mengalami kesulitan, walaupun begitu rapornya tidak diberi angka merah buat mata pelajaran yang dievaluasi masih wajib ditingkatkan, melainkan diberi kalimat yang mendorong buat bekerja lebih keras, Vanya wa jry de kaishi shimashita. Kanojo wa honki de sore o tameshite mimashita. Shikashi, vanya wa shinchoku jky o shimeshite iru (Vanya telah memulainya bareng berat. Dia mencobanya bareng sungguh-sungguh. Vanya jua telah memberikan kemajuan). Rapor anak-anak SD di Jepang ditulis dalam bentuk lisan. Ini yang menyibukkan aku alasannya penyetaraan nilai SD di Indonesia wajib di kuantifikasi dalam bentuk angka 1-10. Jelas sekali mereka membangun karakter. Semoga ini seluruh membuka mata kita bareng mencoba melihat bareng kacamata berkualitas di optik tunggal yang tidak sinkron.

Belajar sumber pelajaran di atas, sejatinya kita-kita yang berhasil menerima gelar M.A, M.Sc & Ph.D serta Dr. Eng di Jepang paham benar arti gekirei itu, minimal melihat bagaimana pendidikan dasar di Jepang meletakkan fondasi gekirei. Semesta selama kita menuntut ilmu di Jepang yang terasa tidak nyaman mungkin telah membangun kita menjadi lebih disiplin. Sejatinya waktu kembali ke Indonesia kita wajib dapat menghidupkan inisiatif & menggelorakan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata memberikan otak kita tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh. Semua itu sangat tergantung sumber ancaman atau gekirei yang didapat sumber orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan kita seluruh dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Akan terasa aneh jika istiadat-istiadat serta nilai baik yang di dapat selama di Jepang tidak dapat kita tularkan di Indonesia, sebagai akibatnya anggapan orang-orang yang mengatakan bahwa mendapatkan gelar M.Sc atau Ph.D di Jepang sangat gampang, dapat dibantah bareng memberikan attitude-attitude & karya-karya yang memperkaya khasanah ilmu pengetahuan & bermanfaat buat orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top