Senin, 27 November 2017

Berburu Fenomena Alam yg Menakjubkan...

Berburu Fenomena Alam yg Menakjubkan...
Berburu Fenomena Alam yg Menakjubkan...

sang Zaid Wahyudi

Saya masih galau membayangkan. Bagaimana surya yg lebih besar bisa tertutup sang bulan yg jauh lebih mungil, tutur Wayan Harsana, peserta didik kelas IX SMA Negeri 1 Rumbia, Lampung Tengah.

Harsana hanyalah galat seorang dari sekitar 200 orang yg memenuhi lapangan sepak bola Universitas Lampung dalam Bandar Lampung buat melihat eklips surya cincin (GMC), Senin (26/1) sore.

Selain dalam lapangan itu, sejumlah peneliti & astronom dari Amerika Serikat, Taiwan, Malaysia, dan Indonesia pula mengamati proses eklips dalam Bukit Camang, Garuntang, Bandar Lampung.

Di Pantai Anyer, Kabupaten Serang, Banten, ratusan wisatawan bareng peneliti dari berbagai negara melihat eklips surya cincin dari sejumlah daerah dalam tepi pantai. Fenomena alam yg sporadis terjadi itu turut mendongkrak taraf hunian hotel.

Puluhan peneliti dari Space Technology and Educations India, misalnya, mengarah Hotel Patra Jasa Anyer sebagai daerah buat melihat proses terjadinya eklips. Peneliti Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung pula berada dalam hotel itu.

Sejumlah peneliti dari Universitas Malaya, Malaysia, memasang peralatannya dalam tepi pantai Hotel Mambruk, Anyer. Adapun peneliti dari Rukyatul Hilal Indonesia (RHI) dan peneliti dari Lembaga Penerbangan & Antariksa Nasional (Lapan) memantau proses tertutupnya surya sang bulan dari Pantai Mercusuar Anyer, Desa Cikoneng, Serang.

Ratusan wisatawan pula turut memadati sejumlah pantai wisata buat melihat eklips surya cincin.

Di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, hampir 1.000 orang memenuhi Pusat Peragaan Ilmu Pengetahuan & Teknologi (PP Iptek) yg menyediakan empat teleskop perdeo buat mengamati eklips.

Di Semarang Jawa Tengah, sejumlah mahasiswa dari Konsentrasi Ilmu Falak, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, naik ke Menara Al-Husna Masjid Agung Jawa Tengah buat melihat terjadinya eklips Matahari cincin.

Mereka menggunakan alat-alat sederhana berupa kotak kertas buat melihat proses terjadinya eklips. Dengan membelakangi surya, mereka melihat bayangan surya yg masuk melalui lubang & terpantul dalam kertas putih dalam dalam kotak.

Mengabaikan keselamatan

Keingintahuan rakyat buat melihat proses terjadinya eklips Matahari cincin (GMC), artinya sesuatu yg menggembirakan. Meski demikian, alasannya ketidaktahuan, banyak yg mengabaikan keselematan mata, misalnya dengan melihat bayangan Matahari dalam air.

Mengamati Matahari, baik ketika eklips pula tidak eklips, melalui bayangannya dalam air sebenarnya tidak direkomendasikan sang para astronom. Kondisi itu masih cukup berbahaya pengaruh intensitas sinar surya yg cukup bertenaga.

Aldino Adry Baskoro dari Langit Selatan, sebuah grup edukasi astronomi, membicarakan melihat eklips dengan kacamata berkualitas di optik tunggal hitam, kacamata berkualitas di optik tunggal las, atau melihat melalui pantulan cahaya dalam air sama-sama berbahaya. Untuk melihat surya seharusnya menggunakan filter atau penapis intensitas sinar surya yg bisa mengurangi kekuatan cahaya surya dalam semua panjang gelombang.

kacamata berkualitas di optik tunggal hitam hanya bisa mengurangi intensitas surya dalam cahaya sepertinya saja. Adapun cahaya ultravioletnya yg lebih berbahaya justru mirip bebas masuk ke mata.

Peneliti Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung Hakim L Malasan menjelaskan tanpa menggunakan filter penapis cahaya surya, sinar surya yg sangat terang bisa membakar retina mata. Dalam jangka panjang, hal itu bisa mengakibatkan kebutaan yg diawali dengan kaburnya pandangan mata.

Filter surya ini terbuat dari aluminium foil yg mengandung material neutral density filter (NDF). Material itu bisa mengurangi intensitas tenaga surya yg sangat terang hingga 10.000-100.000 kali lebih lemah. Filter surya ini wajib digunakan buat melindungi mata kita, ujar Hakim.

Sangat menakjubkan

Di Bandar Lampung, zenit Gerhana Matahari Cincin berhasil diamati dalam sejumlah lokasi. Dari balik filter penapis cahaya, surya terlihat mirip bulat cincin merah dalam angkasa. Sangat menakjubkan.

Saat fase cincin dimulai pukul 16.38, warga & sejumlah pengamat dalam lapangan sepak bola, Universitas Lampung, bersorak gembira alasannya berhasil melihat fase cincin surya. Kegembiraan tersebut seolah menghapus kecemasan & ketegangan 1,lima jam sebelumnya alasannya awan tebal berkali-kali menutupi surya. Cincin surya itu tidak akan terlihat jikalau diamati dengan mata telanjang.

Selama fase eklips cincin, langit dalam sekeliling surya terlihat redup. Awan tebal hanya menyisakan lubang tepat dalam daerah surya berada. Piringan bulan bagian luar seolah-olah bersentuhan dengan cakram bagian luar surya dalam 15.20. Saat inilah fase eklips surya sebagian dimulai berupa terlihatnya sabit surya.

Sekitar pukul 16.25, awan tipis menutupi surya. Akibatnya, surya terlihat mirip sabit perak menghadap ke bawah. Fase cincin dimulai pukul 16.38 ketika bagian dalam bulan piringan bulan bersentuhan dengan bagian dalam piringan surya. Puncak eklips cincin pukul 16.41.

Selanjutnya, surya berangsur balik  menjadi sabit. Namun sekitar 10 menit selesainya zenit eklips, awan tebal menutupi surya hingga eklips berakhir. Sangat menakjubkan, tutur Ferry M Simatupang, dosen Astronomi ITB.

Kepuasan warga & astronom ketika melihat zenit eklips surya cincin sangat masuk akal mengingat insiden ini baru akan berulang lagi dalam Bandar Lampung dalam 54 tahun 31 hari lagi, atau tahun 2063. (NTA/YUN/HLN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top