Selasa, 28 November 2017

Berjudi beserta Kebenaran Mayoritas DPR Terpaksa Mengalah kepada UU Revisi KPKPresiden Tanpa BebanAkan Memenangkan Harapan Publik

Berjudi memakai Kebenaran Mayoritas DPR Terpaksa Mengalah di UU Revisi KPKPresiden Tanpa BebanAkan Memenangkan Harapan Publik

[caption caption="KPK (Foto: Antara)"][/caption]

Pertarungan citizen (rakyat) & wakilnya di DPR terkait pro kontra usulan UU Revisi KPK memasuki fase jenuh. Meski geliat-geliat, bahkan kegigihan usaha dari berbagai gerombolan masyarakat terlihat masih bergelora. Sebaliknya, daya tahan DPR terlihat mulai mengendor. Dinamika yg tidak imbang ini membangun pertunjukkan di atas ring tinju politik negeri sebagai tidak menarik.  Tidak ramai. Bukan alasannya teralihkan sang warta Kalijodo yg tidak lagi berjodoh memakai tuntutan penegakkan konstitusi. Pun, bukan sang ulah para anggota DPRD DKI yg dipimpin bos mereka yg paling disegani & berpengaruh, yaitu Haji Lulung menggempur KPK laksana demontran jalanan menuntut Ahok ditangkap.

Sementara itu, jauh di seberang, ujung selatan San Fransisco, lembah Silicon (Silicon Valley), tepatnya di markas Facebook, Presiden Joko Widodo (Jokowi)  sedang kalem bermain pimpong virtual beserta sang CEO, Mark Zuckerberg. Foto keduanya yg sedang keasyikan itu dipajang di page FB-nya Mark. Kalau mau sedikit lebay, Jokowi mungkin sebagai  Kepala Negara pertama di global yg bermain pimpong sama big bos Facebook yg berpengaruh itu. Ini sebagai semacam hiburan bagi nitizen, yg larut sang keterpesonaan menyaksikan tokoh idola mereka disambut hangat di markasnya FB, Google & Twitter itu laksana menyambut  tokoh krusial global (sumber  detik.com menyebutkan:  "Pengamanannya setara memakai Presiden Amerika Serikat Barack Obama," diunduh 19 Faberuari 2016).

 [caption caption="Jokowi & Mark Zuckerberg bertanding Pingpong melalui kacamata berkualitas di optik tunggal VR(Akun FB Mark Zuckerberg). Sumber:Okezone.com"]

[/caption]

Apa kaitan antara ke 2 tragedi, yg terpisahkan sang jarak belasan ribu kilometer atau hampir 20-an jam penerbangan itu? Satunya misalnya suasana gaduh  anak-anak di tempat tinggal lantaran ditinggal pergi orang tua, ad interim lainnya memberi gambaran perilaku orang tua yg menikmati hidup memakai kalem & bermain.

[caption caption="KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR. Presiden Joko Widodo ditemani pendiri sekaligus CEO Facebook, Mark Zuckerberg, mengunjungi kantor pusat Facebook di Menlo Park, Silicon Valley, yg adalah pusat industri kreatif di Amerika Serikat, Rabu (17/2). "]

[/caption]

Harian Kompas menyebutkan, peta dukungan fraksi di DPR-RI mulai berubah.  Bahkan, di edisi cetak 18 Februari 2016 di headline diberi judul optimistik DPR Mulai Dengar Suara Rakyat, memberi gambaran perubahan perilaku fraksi. Sejak awal partai Gerindra telah tegas menolak revisi, kemudian diikuti Partai Demokrat. Beberapa partai misalnya PAN, Nasdem, & PPP beraroma menggantung dalam perilaku Presiden. Lainnya memberi jawaban mengambang,  gaya politik abu-abu, yaitu  Setuju (revisi), dari menguatkan.  

Apa penyebab perubahan perilaku fraksi-fraksi, yg sebelumnya begitu lantang menyuarakan kebutuhan Revisi? Kalau kita sedikit flash back, gampang menyimpulkan bahwa awalnya fraksi-fraksi ini berharap seluruh sepakat, koor satu bunyi menyuarakan dukungan dalam kebutuhan Revisi. Mereka sungguh sadar bahwa dibalik label penguatan KPK sebenarnya tersembunyi nafsu bertenaga buat melemahkan.  Mereka pula sadar bahwa memakai perilaku demikian, timbul resiko besar menghadapi logika sehat masyarakat yg kini amat kritis & olehnya jelas-jelas menolak segala bentuk pelemahan KPK.  Harapannya, bila seluruh fraksi sepakat,  kompak, sehati sepenanggungan,  maka Rancangan UU Revisi itu akan bulat diputuskan di Rapat Paripurna sebagai usul inisiatif DPR. Rakyat tidak mempunyai obyek buat dikambinghitamkan, alasannya seluruh kambing hitam adanya. Di Pemilu, Pilpres & Pilkada nanti rakyat akan permanen menunjuk (meski terpaksa), dipersuasi memakai busa sabun janji-janji perubahan.  Revisi KPK dikesankan memperoleh justifikasi legalistik sang lebih poly didominasi, bahkan dukungan pasti fraksi DPR. Dengan demikian, DPR bergelantung dalam narasi kebenaran prosedural.

 [caption caption="Foto: Lamhot Aritonang (sumber: detik.com)"]

[/caption]

Namun, bangunan imajinasi rame-rame tanggung dosa di hadapan pengadilan rakyat itu ambruk, tatkala di lembaga rapat dengar Pandangan Fraksi,  partai Gerindra secara gagah & heroik menyatakan menolak UU Revisi. Sikap ini membangun fraksi lain berpikir panjang. Aura simpati massa segera merebak mengharumi sekujur tubuh  Gerindra.  Ini tercium sang indra petualangan Partai Demokrat, yg tidak mau ketinggalan memanen simpati,  kemudian tanpa ragu berbalik arah mengekor Gerindra. Perubahan perilaku parpol peraih bunyi terbanyak keempat di Pemilu 2014 itu  membangun fraksi lain makin keder. Terus maju, takut. Mau mundur, memalukan. Rupanya PKS-pun tidak mau ketinggalan kereta merebut simpati. Lewat Rapat Dewan Pimpinan tanggal 17 Februari, Partai PKS pula menegaskan menolak revisi UU KPK. Maka, makin runtuhlah mental fraksi-fraksi pendukung pelemahan KPK.  Mereka dibayangi ancaman hukuman publik, yg mengadili memakai mengacu buku narasi kebenaran subtansial,  siap memakai palu eksekusi  di meja pengadilan politik Pilkada Serentak 2017, pula Pemilu & Pilpres 2019, yg sesungguhnya telah di depan mata. 

Indikasi lain melemahnya benteng pertahanan  DPR vis a vis citizen (& nitizen) adalah tertundanya Sidang Paripurna buat ke 2 kalinya.  Awalnya direncanakan hari Kamis, 11 Februari 2016. Kemudian ditunda ke 18 Februari. Lalu, diundur lagi ke Selasa 23 Februari. Penundaan ini adalah tindakan spekulasi mengulur ketika, sembari berharap menangkap sinyal kedip dari Presiden.

Kecenderungan perkembangan dalam negeri misalnya di atas nampaknya mengarahkan pengambilan keputusan sepenuhnya ke tangan Presiden Joko Widodo. DPR dalam posisi harap-harap cemas. Mengharapkan mujizat signal Presiden mendukung usul inisiatif lembaga legislative tadi, agar tidak diolok-olok massa atau sekurang-kurangnya tidak jatuh pamor lantaran diputuskan diterima di Rapat Paripurna akan tetapi kemudian ditolak sang Presiden sebagai pelaksana undang-undang. Sekaligus, bila usul revisi diterima Presiden, maka ringanlah beban hukuman mereka dari dakwaan public.  Sebaliknya, Presidenlah yg memikul beban sebagai kambing hitam pelemahan KPK. DPR dapat berpesta pora merayakan kemenangan, kemudian mengkreasi argumen canggih, bahwa sebagai pelaksana UU Presiden seharusnya lebih paham substansi UU usulan DPR, jikalau melemahkan mestinya ditolak. Tanpa upaya keras tangan mereka yg kotor & bau comberan telah dicuci higienis sang Presiden. Sinyalemen intrik cuci tangan itu telah didengungkan sang Fadli Zon, misalnya dikutip dari Sindonews.com, dimana beliau mengatakan bahwa nasib revisi UU KPK itu tergantung perilaku pemerintah.  

 [caption caption="Sejumlah politikus Partai Demokrat menyambangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta, Rabu (17/2). Mereka menyatakan penolakan terhadap Revisi Undang-Undang KPK yg bakal digodok di sidang paripurna DPR esok. (ANTARA FOTO/M.Agung Rajasa)."]

[/caption]

Dalam kondisi ketika ini, fraksi-fraksi DPR, terutama yg menginginkan revisi, dapat bersikap nothing to lose.  Presiden sepakat, ok. Disyukuri & dirayakan secara diam-diam beramai-ramai, atau ramai-ramai secara diam-diam. Kalau Presiden menolak atau menahan, pula ok. Mereka tinggal buat klarifikasi  (misalnya kebiasaan mereka), bahwa prinsipnya DPR sepakat memakai Presiden, sejalan pikir, yaitu sama-sama ingin memperkuat KPK, hanya saja waktunya belum sempurna

[caption caption="Foto: Hasan Al Habshy (sumber: detik.com)"]

[/caption]

Sebaliknya, Presiden dalam posisi berada di atas angin. Tanpa wajib adu bertenaga memakai DPR, Presiden dapat membangun keputusan yg sesuai aspirasi masyarakat. Seperti yg beberapa kali dikemukakan, bahwa perilaku pemerintah tegas akan memperkuat KPK & bukan melemahkannya. Sikap yg sejalan memakai kehendak masyarakat ini dapat diambil tanpa rintangan. Lagi pula, Presiden Joko Widodo pula pernah menegaskan perlunya mendengar aspirasi masyarakt. Aspirasi masyarakat telah jelas, yaitu menolak Revisi UU KPK. Maka, dapat diperlukan bahwa perilaku Presiden pun akan sejalan. Bukan semata-mata alasannya Presiden mengekor atau takluk dalam tekanan masyarakat, melainkan alasannya perilaku keduanya seiring sejalan, melaju di rute logika yg lurus nan sehat, bersinergi sang kekuatan cita-cita besar buat membuat masyarakat Indonesia yg bebas korupsi, sejahtera & mudun tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top