Minggu, 24 Desember 2017

Filsafat menjadi 'kacamata sudut pandang insan' (vs 'kemenyeluruhan')

Filsafat sebagai 'kacamata berkualitas di optik tunggal sudut pandang manusia' (vs 'kemenyeluruhan')

Apapun yg orang pandang dan katakan perihal filsafat,baik itu menyangkut kehebatannya-pengaruhnya dalam sejarah peradaban manusia atau kebenarannya semua itu tentu tidak akan mengangkat filsafat lebih dari sebatas kacamata berkualitas di optik tunggal sudut pandang manusia.hal itu tentu lantaran filsafat bukan wahyu Ilahi namun sebatas output olah fikir manusia sehingga kebenarannya pun akan identik bersama kebenaran versi sudut pandang manusia,bila kita bandingkan bersama kepercayaan sebagai kebenaran versi sudut pandang Tuhan.banyak 'kacamata berkualitas di optik tunggal sudut pandang manusia' yg lahir dari global filsafat bahkan barat-timur bisa melahirkan kacamata berkualitas di optik tunggal sudut pandang yg mempunyai ciri cara pandang yg tidak sama 

Dengan istilah lain, lantaran manusia itu tidak sama bersama Tuhan,nir satu namun banyak maka kebenaran dalam filsafat pun secara otomatis akan bisa banyak pula-bisa sebanyak ketua orang yg memikirkannya. bahkan dari filsafat bisa lahir pandangan yg beraneka warna yg satu sama lain seolah saling berseberangan mirip antara pandangan kaum materialist bersama pandangan kaum idealist atau antara faham empirisme bersama faham rasionalisme & majemuk bentuk benturan pandangan antara satu bersama yg lain telah merupakan suatu liputan dalam ranah filsafat

Dan lantaran banyak-majemuk & bisa berlawanan satu sama lain itulah maka keliru satu karakter istimewa dari kebenaran versi sudut pandang manusia itu ialah cukup & temporer-nir bersifat sempurna & hakiki atau bersama istilah lain bukan kebenaran final melainkan suatu yg harus diproses pergi buat memperoleh essensi-saripati yg dipercaya 'sahih' secara hakiki.atau bersama istilah lain dalam mencari kebenaran sebenarnya kita tidak bisa berhenti kepada sebatas 'kacamata berkualitas di optik tunggal sudut pandang manusia'

Sehingga menyikapi majemuk pandangan yg tidak sama beda dan tidak sporadis berlawanan satu sama lain itu walaubagaimanapun kita akan datang kepada suatu pertanyaan : mana yg hakikat nya sahih atau mana yg sebenar benarnya sahih (?) .. karena 2 pernyataan atau 2 buah pandangan yg essensinya nampak saling berlawanan satu sama lain tentu saja tidak mungkin keduanya sama sama sahih atau bila keduanya harus dilihat sahih maka keduanya tidak mungkin berada dalam satu level atau satu derajat.sebagai contoh : empirisme & rasionalisme keduanya bisa dipercaya sahih jikalau keduanya ditempatkan kepada level atau ruang yg terpisah,bila keduanya ditempatkan dalam satu level-satu derajat kebenaran maka keduanya akan sebagai nampak berlawanan.empirisme bisa dijadikan parameter kebenaran jikalau kebenaran yg sedang dicari ialah kebenaran empirik, demikian maupun halnya bersama kebenaran rasional,namun jikalau kebenaran yg sedang kita cari & fikirkan ialah kebenaran menyeluruh maka tentu kita tidak bisa memakai hanya keliru satunya atau mempertentangkan keduanya melainkan harus memadukan keduanya

Itulah kelebihan & kelemahan atau keterbatasan filsafat ialah kelebihan & kelemahan atau keterbatasan manusia karena filsafat ialah cermin yg paling utuh dari kemampuan olah fikir manusia yg terbatas khususnya waktu manusia masuk ke memikirkan hal hal yg bersifat metafisik-yg diluar pengalaman pribadi global inderawi nya 

kebenaran kalau kita rangkum dan satukan sebagai holistik maka itu akan mirip ibarat sebuah istana besar bersama banyak ruang dan banyak kamar & orang orang yg mencoba mengungkapnya ibarat sekumpulan orang yg masuk ke ruang dan kamar yg tidak sama beda dari istana besar itu sehingga kelak  mereka memberi gambaran istana itu dari sudut pandang ruang atau kamar yg mereka masuki.kaum materialist ialah orang yg melihat problem kebenaran sebatas dari permukaan kulit luar yg nampak kepada global inderawi mereka nir mencoba mencari ruang lain atau mungkin nir mengetahui bahwa dibalik yg nampak global inderawi itu timbul realitas lain yg bersifat non fisik yg maupun sebagai bagian dari realitas-ilmu & tentu saja kebenaran.kaum realitas ialah orang orang yg dalam mencari kebenaran ibarat terlalu banyak mengurung diri disebuah kamar & nir mau mencoba melihat dari kamar lain yg tidak sama

Lalu, bila kebenaran (menyeluruh) ibarat sebuah istana besar bersama banyak kamar-banyak ruang dimana manusia yg memikirkannya ibarat orang orang yg masuk ke ruang-kamar yg tidak sama beda sebagaimana para failosof masuk kedalam sudut pandangnya sendiri sendiri & melihat problem kebenaran dari sudut pandangnya sendiri sendiri yg bisa tidak sama bahkan bisa nampak berlawanan satu sama lain maka siapa atau apa pandangan yg paling mungkin buat disebut paling sahih & paling baik (?) dari aku yg paling sahih & paling baik bukanlah yg orientasi kepada pandangan individu per individu atau pandangan bagan per bagan atau pandangan kamar per kamar namun pandangan yg berupaya menyatukan keseluruhannya atau yg berupaya merangkai bagan demi bagan dari kebenaran yg telah ditemukan itu sebagai holistik ibarat seorang yg merangkai rabat rabat mainan puzzle

Sehingga kebenaran yg ditemukan sang masing masing para failosof kepada ranah filsafat ibarat orang yg menemukan bagan demi bagan-elemen demi elemen-rabat demi rabat bukan keseluruhannya secara pribadi,sehingga buat menemukan rahasia kebenaran menyeluruh mau tidak mau yg harus kita lakukan bukan semata bersama mempertentangkan antara satu bersama lainnya namun bagaimana berupaya menyatu padukan keseluruhannya

Tetapi itulah orang orang atau pemikir yg orientasi kepada kemenyeluruhan atau mencari pandangan yg menyeluruh itu kepada era kepada masa ini telah semakin langka,para failosof era pos mo mirip makin asyik kepada kamarnya masing masing-makin asyik bersama pandangan pandangan yg individualistik & pluralistik & seolah tidak peduli lagi bersama konsep kebenaran yg menyeluruh & menyatu.& waktu kepada Kompasiana aku mencoba mengungkap rahasia masalah kemenyeluruhan atau konsep kebenaran menyeluruh itu pun mungkin orang orang telah tidak begitu peduli lagi bersama masalah mirip demikian.apalagi masalah politik-sosial-ekonomi dlsb.yg bersifat pragmatik mirip lebih mendesak buat dihadapi,siapa yg mau sahih sahih berfokus memikirkannya (?)

Kedua,mencoba menuntaskan masalah kebenaran menyeluruh bersama memakai konsep konsep yg ditemukan atau pernah dipergunakan manusia kepada global filsafat tanpa memakai kontribusi Tuhan-kitab suci memang walau bagaimanapun merupakan sebuah kemustahilan & mungkin ini faktor yg memproduksi orang orang tertentu telah enggan memikirkannya lagi,lantaran memang tidak mungkin timbul system filsafat yg bisa menuntaskan masalah kemenyeluruhan itu seorang diri,& disinilah kita akan bertemu pergi bersama masalah keterbatasan manusia.lantaran masalah kebenaran menyeluruh memang akan & harus melibatkan hakikat terdalam dari segala suatu dimana tanpa melibatkan hal itu maka tidak mungkin masalah mirip itu akan terungkapkan secara tuntas.& kita tahu dan menyadari bila masalah hakikat terdalam dari segala suatu itu suatu yg tidak mungkin bisa diungkapkan manusia melainkan hanya bisa diungkapkan sang Tuhan sendiri,karena dengan tinggi tingginya manusia berfikir tentang kebenaran paling hanya sebatas nalar tentu saja versi sudut pandangnya sendiri yg bisa tidak sama bersama nalar yg berasal dari sudut pandang atau ketua orang lain,sehingga ujung dari problem kebenaran yg digumuli manusia dalam global filsafat ialah nalar nalar atau sudut pandang sudut pandang yg saling tercerai berai-yg tidak sama antara satu bersama yg lainnya sehingga sang pencari kebenaran sejati akan mempertanyakan mana yg hakikatnya paling sahih (?) .. & tentu saja suatu kemungkinan jikalau kemudian dia mencari carinya hingga ke kawasan Ilahiah

Dalam ranah problematika kebenaran, semakin manusia mencari kemenyeluruhan atau kesatu paduan dari holistik atau yg satu-yg hakiki maka manusia akan makin naik atau makin masuk ke kawasan Ilahi atau sudut pandang Ilahiah namun semakin manusia memikirkan hal hal yg bersifat teknis menyangkut bagan atau partikular dari kebenaran maka dia akan makin masuk ke kawasan sudut pandang manusia

Dengan istilah lain semakin masalah kebenaran bersifat kompleks-berantai-rumit-pelik maka semakin manusia memerlukan 'teropong super besar' yg hanya bisa dimiliki sang Tuhan, yg tidak bisa diselesaikan bersama cara pandang teropong teropong kecil output ciptaan manusia

Lalu kepada era kepada masa ini ini semakin masuk ke ruang manakah cara berfikir manusia dalam mencari atau memikirkan masalah kebenaran (?) .. setidaknya aku telah memproduksi sebuah peta arah jalan fikiran yg kemungkinan akan ditempuh sang manusia

 images : zaldym.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Back to Top